Senin, 02 Oktober 2023

Puisi IKN Oleh Linda Haryati


Membiru Langitku di IKN

Oleh Linda Haryati


Selangkah demi selangkah

Jejak langkah kutinggalkan

Menampak jejak yang terpatri

Di langit biru Nusantara


Kalimantan beragam budaya 

Mengukir banyak cerita

Tarian sangat indah dan gemulai

Beragam flora dan fauna

Kalimantan Paru-paru dunia

IKN menghijau memandang

Membiru langit di IKN.

Sebiru langit dihatiku


Mari kita jaga

Bhineka Tunggal Ika

Jangan saling menjatuhkan


Kita satu tanah air

Waja Sampai Kaputing

Indonesia kan ku jaga selalu

Demi masa depan Ibu Pertiwi

Jayalah Nusantaraku


Titik Nol, 10 September 2023



Ibu Kota Nusantaraku Teruslah Bersinar 

Oleh Linda Haryati 


Di sebuah tanah yang subur dan indah

Terhampar sebuah kota yang gagah perkasa

Ibu kota Nusantara yang tiada tara

Dalam kemeriahan dan kehidupan beragam-khasa


Berdiri megah sebagai pusat negara

Tempat para pemimpin berkontribusi

Mengatur jalannya bangsa, tancapkan cita

Ibu kota Nusantara, tempat persatuan terus dikobarkan api


Di sana, manusia dari berbagai suku dan agama

Bersatu dalam keberagaman yang menakjubkan

Menempuh kehidupan dengan cinta dan saling pengertian

Ibu kota Nusantara, tempat semangat bhineka tunggal ika jadi kenyataan


Jalan-jalan berliku menandai perjalanan

Penuh dengan hiruk pikuk dan kesemrawutan

Namun di balik itu, ada keunikan yang abadi

Ibu kota Nusantara, tempat sejuta cerita tak terbantahkan


Gedung megah menjulang tinggi memberikan pesona

Menyimpan sejarah bangsa yang berharga

Ibu kota Nusantara, penjaga peradaban yang tegap

Merangkai masa lalu dan masa kini dalam satu dasar


Kota yang ramai dengan manusia serta kendaraan

Tapi di dalamnya terdapat keajaiban yang tak ternilai

Warisan budaya, tarian, seni, dan keindahan alam yang mempesona

Ibu kota Nusantara, sebagai tempat semua keagungan bergabung dan merajai


Di sela gemerlap lampu dan gedung-gedung megah

Ada keramaian dan kehidupan yang tak pernah sirna

Warga berlalu lalang dengan harapan dan impian mereka

Ibu kota Nusantara, menampung asa dan usaha yang mengilap dan jaya.


Terima kasih, ibu kota Nusantara

Kota yang menaungi kita semua, anak bangsa

Engkau adalah pusat peradaban yang tak ternilai

Teruslah bersinar

Jejak Tambangan yang Tergerus oleh Waktu

Jejak Tambangan yang Tergerus oleh Waktu

Oleh Linda Haryati



Berjalan menyusuri Dermaga Hilir tepian Sungai Mahakam Jalan Gajah Mada terlihat berbaris rapi setiap harinya lalu lalang di atas sungai mengantar penumpang diantara ramainya kapal modern, kapal wisata, tug boat dan juga ponton pengangkut batu bara. Setiap hari ada puluhan kapal tambangan yang beroperasi di Sungai Mahakam. Satu diantara alat transportasi air yang jadi saksi sejarah seiring dengan perkembangan Kota Samarinda adalah kapal tambangan. Kapal yang dibantu oleh mesin diesel yang berbahan bakar solar ini, sangat membantu warga Samarinda kota dulunya, yang ingin berpergian ke Samarinda Seberang, Tenggarong, Balikpapan, dan sekitarnya. Kapal tambangan inilah satu-satunya menjadi alat transportasi air yang digunakan pada zaman dulu di era sebelum tahun 1980-an.  Apalagi Samarinda juga disebut Kota Tepian yang berada di bentangan sungai yang panjang. Kapal merupakan Ikon dari indentik dari sebuah kota sungai. 

Di Dermaga Hilir tepian Sungai Mahakam ini, nampak kapal tambangan yang standby 24 jam mengakut penumpang juga barang dengan tarif dari harga Rp5.000 – Rp10.000 per orang, walau kadang bisa tarif yang dipakai lebih daripada itu tergantung dari kesepakatan penumpang. Begitu juga dengan jam operasionalnya pun bergantung dari kemauan pemilik perahu yang sekaligus nahkoda yang mengendarai kapal tambangan tersebut.

Nampak seorang nahkoda kapal dengan gesit dan lincah menjalankan kapal tambangan ini, sambil memanggil para penumpang yang ingin ikut berlayar dengan sebutan yang sedikit agak “nyentrik” (eksentrik,red), yaitu memanggil penumpang laki-laki dengan sebutan “Bos” dan perempuan “Bu Haji”. Tidak hanya dipanggil Bapak, Ibu, Mba atau Ohm. Dalam hatiku berdetak, “Aamiin….Semoga dikabulkan ucapan nahkoda tersebut”, walau diriku belum naik haji tapi sudah dipanggil Ibu Haji sambil tersenyum simpul sendiri mendengarnya.. Diriku pun ikut menaiki kapal tambangan tersebut, sambil menunggu penumpang lain karena jika sudah berjumlah 6 orang maka baru bisa berangkat atau berlayar. Hal tersebut dilakukan demi keselamatan dan keamanan di kapal agar tidak melebihi kapasitas, maka dibatasi penumpang di dalam kapal. Jika kapal sudah terpenuhi sebanyak 6 orang, maka calon penumpang lain harus menunggu kapal berikutnya. 

Namun, terkadang jika belum full (penuh, red) tetapi ada penumpang yang lain buru-buru mau berangkat bekerja atau hal yang mendesak, maka bisa langsung berangkat tanpa harus menunggu sebanyak 6 orang tetapi biasanya diberi uang tambahan dari ongkos biasanya tergantung dari kesepakatan penumpang. Jika sudah setuju, maka “belabuh” (berangkat, red), kata nahkodanya atau terkadang di panggil motoris.     

Kapal tradisional yang menjadi legenda di Kota Tepian ini, sampai saat masih bertahan walau mulai berangsur-angsur redup keberadaannya tergerus oleh waktu dan perkembangan pesatnya teknologi transportasi saat ini.  Terlebih lagi ketika masyarakat saat ini lebih banyak memiliki kendaraan pribadi sendiri dan juga bermuculan para ojek online, maka keberadaannya pun mulai ditinggalkan dan makin nyaris punah.  

Di era kejayaannya, transportasi jenis tambangan ini memang menjadi denyut nadi ekonomi kedua wilayah  Samarinda Kota dan Samarinda Seberang. Pemerintah Kota Samarinda memiliki lima dermaga yang tersebar di berbagai titik, seperti Dermaga Mahakam Ilir depan Pasar Pagi,, Dermaga Mahakam Hulu, Dermaga Loa Janan, Dermaga Samarinda Seberang dan Dermaga Sungai Kunjang. Ada enam jurusan yang dilayani oleh kapal tambangan yaitu Keledang, Padaelo, Terminal Banjarmasin, Batang Haji, Batang Mukhsin dan Mangkupalas. 

Kawasan Sungai Mahakam memiliki sejarah transportasi panjang, salah satunya adalah kapal tambangan. Kapal tambangan merupakan transportasi yang sudah bertahan puluhan tahun lamanya dan mengalami masa kejayaannya di era  tahun 1970-an. Karena menjadi satu-satunya alat transportasi di Samarinda yang menjadi saksi sejarah seiring perkembangan kota Samarinda. 

Samarinda merupakan ibukota provinsi memiliki identitas kota berkebudayaan sungai. Merunjuk peradaban dahulu, bangsa dan kerajaan besar selalu berdampingan dengan sungai.  Sudah semestinya Samarinda memajukan kota dengan identitas tersebut.  Kota Samarinda bermula dari enam kampung tua pada abad ke-13 Masehi (Tahun 1201-1300) di pesisir Sungai Mahakam. Keenam kampung tersebut adalah Pulau Atas, Karangasan (Karang Asam), Karamumus (Karang Mumus), Luah Bakung (Loa Bakung), Sembuyutan (Sambutan), Mangkupelas (Mangkupalas). Penyebutan enam kampung di atas tercamtum dalam manuskrip (naskah) surat Salasilah Raja Kutai Kertanegara yang ditulis oleh Khatib Muhammad Tahir pada 30 Rabiul Awal 1265 H (24 Februari 1849 M). (Salasilah Kutai. Tenggarong, 1979, hlm.216).

Sungai Mahakam merupakan sungai terbesar di Kalimantan Timur dan menjadi kebanggan warga Kalimantan Timur  khususnya Samarinda. Sungai Mahakam dengan panjang 920 km dan kedalaman 30 meter. Hulu Sungai Mahakam berada di Kabupaten Kutai Barat. Sementara hilirnya melintasi Kutai Tenggara dan Samarinda. Sejak dulu Sungai Mahakam memiliki peran penting khususnya dalam hal transportasi air.

Penamaan Sungai Mahakam berasal dari kata Muara Kaman, sebuah wilayah kekuasaan Kerajaan Kutai Martadipura. Kerajaan ini berdiri sejak abad ke-4 masehi dan menjadi corak Hindu. Ada beberapa kisah mengatakan Sungai Mahakam untuk menyederhanakan nama Mulawarman yang merupakan seorang raja pemimpin Kerajaan Martapura. Kemudian, ada juga versi lainnya mengatakan bahwa Mahakam merupakan kependekan dari Maha dan Makam. Secara bahasa Maha artinya tinggi dan Makam artinya kuburan. Berdasarkan istilah artinya makam yang berukuran sangat besar. Sungai Mahakam terbentuk karena pergerakan Gunung Cemeru yang tingginya mencapai 1.681 meter. Dari pergerakan ribuan tahun tersebut timbulah aliran air pra-tersier pada bagian timur Gunung Batuayan. Aliran sungai terus mengalir sampai ke hilir dan berakhir di lembah Kutai. Sungai Mahakam terpecah menjadi beberapa anak sungai. (Terpanjang di Kalimantan Timur, Begini Cerita di Balik Penamaan Sungai Mahakam, 2023, pp 1-2).

Ciri lain dari peradaban sungai di Samarinda adalah konstruksi pemukiman penduduk dahulu kala. Rumah panggung dengan tiang penyangga dari rumah panggung dengan tiang penyangga dari bambu 8-10 kaki adalah buktinya. Atap rumah mengunakan rajutan daun nipah, dan jarang berdinding papan. Rumah-rumah rakit juga berdiri sepanjang Sungai Mahakam. Untuk itulah kapal tambangan merupakan alat transportasi angkutan sungai yang digunakan pada waktu dahulu dan mengalami masa keemasannya. 

Namun, seiring perkembangan waktu, kapal yang terbuat dari Kayu Ulin yang memiliki panjang 18 meter dengan lebar 2,5 meter dan dibantu oleh mesin diesel yang berbahan bakar Solar, mulai perlahan ditinggalkan transportasi sungai ini. Kapal tambangan sebutan warga Kota Samarinda menyebutnya, kapal kayu ini masih melintas menghiasi perairan Sungai Mahakam. Namun, mulai tergerus oleh waktu apalagi sejak dibangun Jembatan Mahakam yang diresmikan pada tahun 1987, maka akses penghubung jembatan antara Kota Samarinda dan Samarinda Seberang semakin mudah untuk melakukan transportasi darat, oleh sebab itulah menjadi alasan mengapa jenis transportasi air ini mulai ditinggalkan. Untuk itu alangkah baiknya sebagai warga kota Samarinda, kita tetap mempertahankan dan melestarikan kearifan lokal yang ada, salah satunya kapal tambangan ini walau sekarang sudah jarang digunakan sebagai alat transportasi air atau sungai.

Nasip kapal tambangan mulai tenggelam, namun keberadaannya masih dibutuhkan. Sebenarnya kapal tambangan memiliki potensi wisata, bila serius di garap akan  dapat melestarikan keberadaannya. Namun, tetap memperhatikan standarisasi keamanan kapal dan dermaga yang perlu peremajaan armada. Agar eksistensi kapal tambangan kedepannya bisa bertahan hidup. Dari awalnya hanya berfungsi sebagai wahana transportasi, kemudian diubah menjadi wahana wisata karena saat ini bisnis dibidang wisata sangat marak dan memiliki prospek yang menjanjikan kedepannya. Bisa berkonsep outbound atau heritage di beberapa titik potensial. Namun, yang terpenting menjadi perhatian khusus yaitu bagaimana aturan keamanan dan kelayakan yang dimiliki oleh setiap armada kapal tambangan, agar kedepannya tetap eksis di tengah perkembangan zaman yang semakin maju menuju Kota Samarinda menjadi pusat peradaban. 




Kamis, 26 Januari 2023

Filosofi Sepatu


Mengingat satu filosofi tentang 'sepatu' :

SEPATU....Bentuknya tidak sama. Namun, serasi satu sama lain. Gerakannya berbeda, tapi tujuannya sama. Tak pernah berganti posisi dan saling melengkapi. Sederajat, sama rendah, sama tinggi. Bila satu hilang, yang lain tak memiliki arti. 

"Jika itu menyakitimu, berarti dia bukan ukuranmu..."

Dan mencintai diri sendiri itu adalah tentang bagaimana memahami. Jika dirimu tidak perlu menjadi sempurna untuk tetap menjadi baik atau sempurna.

"Kamu tidak butuh tempat yang indah, yang kamu butuhkan adalah sosok yang menjadikan semua tempat indah buatmu ..."


#FilosofiSepatu

#EverAfter

#HappyAniversarryWedding18th๐Ÿ’

#26012005~26012023


Samarinda, 26 Januari 2023

Puisi IKN Oleh Linda Haryati

Membiru Langitku di IKN Oleh Linda Haryati Selangkah demi selangkah Jejak langkah kutinggalkan Menampak jejak yang terpatri Di langit biru N...